Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan,
pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia
nenek moyangnya. – R. A. Kartini
Singkat,
padat, tapi bermakna luas tergambar dari kutipan kata dituangkan R.A Kartini
dalam surat-surat yang dikumpulkan dalam sebuah buku Door Duistemis Tot Licht atau
lebih dikenal Habis
Gelap Terbitlah Terang.
Sebelum
pemikiran-pemikiran modern berkembang, menjadi masa yang
suram bagi beberama kaum, salah satunya perempuan. Perjuangan mendapatkan
kesetaraan hak menjadi hal yang sulit atau bahkan mustahil dilakukan pada waktu
itu. Bukan hanya terjadi di Indonesia yang menyebabkan gadis bangsawan Jepara
mengalami ketidakadilan gender,
tapi di lain belahan dunia juga mengalami
hal serupa.
Hal
tersebut mendorong kaum perempuan untuk memperbaiki hidup menjadi lebih baik
dan munculah Hari Perempaun International. Sayangnya, untuk mendapat pengakuan
tersebut bukanlah suatu kemudahan.
Menyelisik
ke belakang di mana kaum perempuan dari pabrik
garmen di New York City, Amerika Serikat, mengadakan protes atas kondisi
kerja yang buruk dan gaji mereka yang rendah dibandingkan dengan pekerja
pria. Alih-alih mendapat perbaikan nasib, para
buruh garmen perempuan tersebut justru malah mendapat tindakan represif dari
kepolisian setempat.
Dua
tahun berlalu setelah kejadian itu, para pekerja perempuan membentuk serikat
buruh dan memunculkan gagasan menjadikan 8 Maret sebagai Hari Perempuan
Internasional. Namun bukan perkarah mudah mendapatkan pengakuan, pada saat itu
terjadi pasang surut bahakan Hari Perempuan Internasional tidak dirayakan.
Namun, setelah paham feminism semakin genjar dilakukan Hari Perempuan
Internasional kembali dirayakan dan di akui oleh PBB pada tahun 1975.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar