“Membaca merupakan jantungnya pendidikan,” itu adalah sepenggal
kutipan dari Dr. Rofer Farr, yang diungkapkan oleh Satria Dharma pada, Rabu
(27/1) dalam acara Deklarasi DKI Jakarta Sebagai Provinsi Literasi di
Indonesia.
Satria Dharma dalam kesempatan itu memberikan presentasinya mengenai budaya
literasi di Indoensia yang masih minim. Sebagai penggerak literasi Indonesi, ia
mencoba untuk mengajak masyarakat Indonesia terutama di Jakarta untuk mulai
menanamkan budaya literasi. Menurut Satria literasi dapat dijelaskan ialah
kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa tertulis. “Kemampuan membaca
dan menulis, itulah literasi,” ucapnya.
Peserta deklarasi tersebut yang terdiri dari kepala
sekolah, guru, peserta didik, serta pejabat di lingkungan Pemkot DKI Jakarta,
mendengarkan penjabaran dari Satria. Satria menjelaskan Indonesia memiliki
budaya membaca yang tersendah, berdasarkan statistik UNESCO pada 2012 indeks
minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001%. Artinya dalam setiap 1.000 orang,
hanya ada satu orang yang punya minat membaca.
Selain itu, hasil studi Programme for International Student Assessment (PISA) selama
bertahun-tahun menunjukkan sistem
pendidikan Indonesia masih sangat rendah. Hasil tes trakhir yang dilakukan PISA
pada 2015 menunjukan pelajar di Indonesia mendapatkan rengking 69 dari 76
negara. “Ini menunjukan para pelajar rabun membaca dan pinjang menulis,” papar
Ketua Ikatan Guru Indonesia itu.
Sebagai pengingat, Satria juga menjelaskan dampak dari
tidak ditanamnya budaya literasi di Indonesia. “Akibat krisis literasi
Indonesia mengirim buruh migran atau TKI terbanyak,” ungkapnya. Karena itu
perlu dan pentingnya menanamkan kebiasaan membaca sejak dini. Bahkan menurutnya
budaya membaca juga bisa dimulai untuk usia berapa saja, tidak ada kata
terlambat.
Sebagai penutup Satria Dharma mengajak untuk mulai
membiasakan membaca dari sekarang. Bukan hanya dibiasakan dari sekolah, namun penting juga untuk
lingkungan di rumah untuk membiasakan juga. (Buqu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar